-->

Ads

Defenisi dan Konsep KEMISKINAN dalam Pemberdayaan Masyarakat

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan konsep dan fenomena yang berwayuh wajah, bermatra multidimensional. Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi ekonomi, khususnya pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material yang diterima oleh seseorang. Namun demikian, secara luas kemiskinan juga kerap didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan : kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto et.al., 2004). Definisi kemiskinan dengan menggunakan kebutuhan dasar seperti diterapkan oleh Departemen Sosial, kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2003:3). Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam definisi

ini meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan, dan pendidikan. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu : (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat; (b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia; dan, (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Dalam konteks politik ini, Friedman mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan sosial yang meliputi :


  • (a) modal produktif atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan); 
  • (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit); 
  • (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, organisasi sosial); 
  • (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa; 
  • (e) pengetahuan dan ketrampilan; dan, 
  • (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto et.al., 2004).
Seperti juga apa yang dikatakan oleh Selo Soemardjan (1980), yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural, biasanya terjadi di dalam suatu masyarakat di mana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dengan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya raya. Mereka itu, walaupun merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam realita tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya.

Golongan yang menderita kemiskinan struktural diperkotaan adalah, kaum migran yang bekerja di sektor informal dengan hasil yang tidak menentu sehingga pendapatannya tidak mencukupi untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Termasuk golongan miskin lain adalah, kaum buruh, pedagang kaki lima, penghuni permukiman kumuh, pedagang asongan, dan lain-lain yang tidak terpelajar dan tidak terlatih (unskilled labour). Golongan miskin ini meliputi juga para pengusaha tanpa modal  dan tanpa fasilitas  dari pemerintah – yang sekarang dapat dinamakan golongan ekonomi lemah (Soedjatmoko, 1981:46-61). Di kota seperti Surabaya, golongan masyarakat miskin ini umumnya tinggal di rumah-rumah petak atau pemukiman kumuh yang padat, berjejal, dan sebagian besar merupakan pekerja di sektor informal.

Kendati tekanan kemiskinan tidak sekali-dua kali menimpa keluarga miskin  perkotaan, tetapi, dalam kenyataan tidak sedikit keluarga miskin tetap survive, dan bahkan keluar dari situasi krisis yang membelenggunya dengan selamat. Dalam hal ini, tak pelak mekanisme survival menjadi sesuatu yang penting. Dalam kehidupannya sehari-hari, keluarga miskin umumnya akan memperkecil atau memperluas lingkaran anggota keluarganya agar dapat memenuhi kebutuhannya dan menyesuaikan diri dengan situasi sosial-ekonomi yang berubah. Apabila kebutuhan pangan ternyata pada satu titik tidak dapat terpenuhi secara memadai, maka ada beberapa cara yang dilaksanakan rumah tangga miskin untuk menanggulanginya. Yang pertama adalah, para anggota keluarga rumah tangga miskin itu menganekaragamkan kegiatan-kegiatan kerja mereka. Pekerjaan-pekerjaan yang paling merendahkan martabat pun diterima, kendati bayarannya rendah. Mekanisme survival dan penanggulangan lain yang biasanya dikembangkan keluarga miskin adalah, bekerja lebih banyak dengan lebih sedikit pemasukan. Bila kegiatan ini masih tidak memadai,  mereka biasanya akan berpaling ke sistem penunjang yang ada. Sanak saudara - kalau ada di kota -, teman dan tetangga akan menjadi tempat berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan keluarga.


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel